Rabu, 06 Juni 2012

Askep Prolapsus Tali Pusat


A.    Pengertian.
Prolapsus tali pusat dibagi atas 2 jenis, yaitu:
v  Tali pusat terkemuka merupakan keadaan dimana tali pusat berada di samping atau lebih rendah dari bagian bawah janin sebelum ketuban pecah.
v  Tali pusat membumbung adalah keadaan dimana tali pusat berada di samping atau melewati bagian terendah janin di dalam jalan lahir setelah ketuban pecah.

B.     Etiologi.
v  Letak lintang atau letak sungsang
v  Disproporsi sepalopelvik
v  Polihidramnion
v  Kelainan tali pusat, seperti tali pusat yang terlalu panjang atau insersi tali pusat di tepi plasenta bagian yang terendah
v  Prematuritas
v  Ruptur membran sebelum waktunya.

C.    Klasifikasi.
v  Occult Prolapse  : Tali pusat melilit sepanjang sisi jalan lahir,tarjadi ruptur          membran     dan tali pusat tidak teraba saat pemeriksaan vagina.
v  Forelying Prolapse : Tali pusat mendahului janin melalui jalan lahir dan     mengandung membran yang utuh, tali pusat dapat dipalpasi sepanjang membran.
v  Complete Prolapse  :      Membran mengalami ruptur dan tali pusat turun melewati cervix ke vagina.Tali pusat dapat dipalpasi dengan pemeriksaan vagina dan tampak saat introitus.


D.    Patofisiologi.
Penyebab primer yang timbul akibat prolapsus tali pusat adalah ruptur membran yang spontan terjadi sebelum bagian presentasi berada pada inlet panggul. Ketika kantung cairan amnion ruptur, tiba-tiba terjadi desakan yang menyebabkan cairan mengalir dengan cepat terus menuju vagina.
Keadaan yang berbahaya dari prolapsus tali pusat adalah hipoxia fetal yang terjadi karena tali pusat tertekan antara bagian presentasi dengan pelvis ibu. Hipoxia dimanifestasikan dengan FHR yang melambat.
Penyebab prolapsus tali pusat yang lain adalah prematuritas, presentasi abnormal (letak sungsang atau melintang ), placenta previa, sepalopelvik yang tidak seimbang,polihidramnion dan multiple gestasi.

E.     Penanganan Ibu Dengan Prolapsus Tali Pusat.
Prolapsus tali pusat merupakan suatu keadaan darurat yang membutuhkan intervensi segera untuk memastikan oksigenasi ke fetus.
a.       Jika pembukaan belum lengkap.
Tindakan yang dapat dilakukan:
Ø  Reposisi Tali Pusat.
Bila tali puisat masih berdenyut namun pembukaan belum lengkap, dapat  dilakukan reposisi tali pusat.Masukkan gumpalan kain kasa tebal ke dalam jalan lahir, lilitkan dengan hati-hati ke tali pusat kemudian dorong seluruhnya perlahan-lahan ke kavum uteri di atas bagian terendah janin.Tindakan ini lebih mudah bila ibu dalam posisis trendelenberg.
Ø  Seksio Cesarea
Jaga agar tali pusat tidak mengalami tekanan dan terjepit oleh bagian terendah      janin.Untuk hal ini pasien dalam posisi trendelenberg.masukkan satu tangan ke dalam vagina untuk mencegah turunnya bagian terendah di dalam rongga panggul.
 Jika reposisi berhasil,tekan fundus uteri agar bagian terdepan / terbawah janin turun.Kalau perlu berikan oksitoksin drips dan tunggu partus spontan. Jika reposisi tidak berhasil dorong bagian terdepan ke atas agar tali pusat tidak tertekan dan letakkan ibu dalam posisi terndelenberg atau posisi sims dengan bantal diletakkan dibawah perut  atau pinggul ibu dan segera untuk dilakukan seksio cesarea dengan tangan tetap dipertahankan dalam vagina sampai bayi lahir.
b.      Jika pembukaan sudah lengkap
Jika pembukaan sudah lengkap,maka persalinan harus segera diselesaikan sesuai dengan presentasi janin.
§  Presentasi kepala: pimpin mengedan dan ekstraksi vakum.Bila janin mati,biarkan terjadi partus spontan
§  Presentasi bokong / kaki : reposisi tali pusat dan usahakan persalinan pervagina dengan segera.. Jika reposisi gagal,lakukan dengan ekstraksi bokong atau dengan seksio cesarea.
§  Letak melintang : pertahankan posisi trendelenberg,dorong bahu janin ke atas dan lakukan seksio cesarea.

F.     Komplikasi.
§  Hipoksia janin.
§  Distres janin sehingga bisa mengakibatkan bayi mati.
§  Infeksi intra partum.
§  Partus prematurus.

G.    Penanganan Prolapsus Tali Pusat Menurut Lokasi Atau Tingkat Pelayanan.
a.                Polindes:
-        Lakukan pemeriksaan dalam bila ketuban sudah pecah dan bagian terbawah janin belum turun
-        Jika teraba tali pusat, pastikan tali pusat masih berdenyut atau tidak dengn meletakkan tali pusat diantara 2 jari
-        Lakukan reposisi tali pusat.Jika berhasil usahakan bagian terendah janin memasuki rongga panggul, dengan menekan fundus uteri dan usahakan segera persalinan pervaginam.,
-        Suntikkan terbutalin 0,25 mg sub cutan
-        Dorong ke atas bagian terbawah janin dan segera rujuk ke Puskesmas / RS.
b.      Puskesmas
-                                  Penanganan sama seperti di atas.
-                Jika persalinan pervaginam tidak mungkin dilaksanakan, segera rujuk ke Rumah sakitS.
-                Rumah Sakit.
-                Lakukan evaluasi atau penanganan seperti pada manajemen medik.
-                Jika persalinan pervaginam tidak mungkin terjadi, segera lakukan seksio cesarea.























                                            ASUHAN KEPERAWATAN
                       PADA PASIEN DENGAN PROLAPSUS TALI PUSAT

1.      Pengkajian.
-          Kaji jalan lahir: adanya perdarahan
-          Dilatasi cervix
-          Status membran
-          Review catatan prenatal untuk mendapat petunjuk adanya polihidramnion atau placenta previa
-          Kaji keadaan vagina untuk deteksi prolaps
-          Monitor FHR dan variabel deselerasi

2.      Diagnosa Keperawatan.
-          Resiko tinggi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan perdarahan
-          Resiko tinggi injuri berhubungan dengan aspirasi mikonium dan hipoksia
-          Kecemasan berhubungan dengan proses penyakit
-          Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang terpaparnya informasi

3.      Perencanaan.
-          Dx I
Goal    : Ibu akan mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit selama        dalam perawatan
Objektif : Dalam jangaka waktu 1 x 24 jam tidak ada perdarahan pada jalan lahir

-          Dx II
Goal      :  Ibu akan bebas dari injuri
Objektif : Dalam jangka waktu 6- 8 jam pasien tidak hipoksia, tidak ada tanda –  tanda cyanosis


-          Dx III
Goal      : Ibu akan merasa nyaman dan kecemassan berkurang.
Objektif : Dalam jangka waktu 15 menit ibu nampak tenang.

-          Dx IV
Goal      : Pasien dan keluarga mengerti tentang penyakit yang diderita
Objektif : Dalam jangka waktu 1x 24 jam pasien dan keluarga dapat menjelaskan   pengertian, penyebab, komplikasi dan penanganan terhadap prolapsus tali pusat.
     
4.      Implementasi.
      DIAGNOSA I:
-          Kaji kehilangan cairan berlebihan,misalnya dengan periksa nadi, tekanan darah,warna kulit dan suhu.
R/ Hemoragi dihubungkan dengan  kehilangan cairan lebih besar dari 500 ml dapat    dimanifestasikan oleh peningkatan nadi, penurunan tekanan darah, cianosis,disorientasi,peka rangsang dan penurunan kesadaran
-          Kaji DJJ dan data dasar
R/  Pada awalnya DJJ dapat meningkat karena dehidrasi dan kekurangan    cairan.Asidosis maternal yang lama dapat mengakibatkan asidosis dan hipoksia janin
-          Berikan cairan peroral atau parenteral sesuai indikasi
R/  Menggantikan kehilangan cairan.larutan RL diberikan secara IV untuk      memperbaiki atau mencegah keseimbangan cairan dan elektrolit.
-          Pasang IV saline 9% 100 ml
R/  Mencegah gangguan cairan dan elektrolit dari larutan hipotonik / hipertonik
-          Beri cairan hangat sesuai indikasi
R/  Mencegah janin  hipotensi
-          Pantau respon DJJ yang abnormal
R/  Menunjukikan efek dehidrasi maternal dan penurunan perfusi

-          Atur volume cairan 10 ml / menit ( 600 ml / jam )
R/  Mempercepat peningkatan volume cairan intra uterin dan mengurangi tekanan tali pusat akan cairan mikonium terhadap uterus

Diagnosa II.
-          Kaji tingkat aktivitas ibu hamil
R/  Data dasar untuk intervensi selanjutnya
-          Turunkan kepala dan tinggikan pinggul
R/  Mengurangi resiko injuri
-          Lakukan penekanan yang kuat saat kenaikan fetus serta gunakan sarung tangan  steril
R/  Mengurangi tekanan tali pusat dan menghindari resiko tinggi infeksi
-          Kaji nilai normal panjang tali pusat
R/  Mendeteksi abnormalitas tali pusat
-          Siapkan fisik ibu bila terjadi persalinan cesarean
R/  Mengurangi ketegangan akibat persalinan

   Diagnosa III.
-          Kaji keluhan,kecemasan dan TTV ibu
R/  Sebagai data adanya peningkatan kecemasan
-          Ajarkan teknik relaksasi dan napas dalam
R/  Menurunkan ketegangan otot
-          Siapkan fisik ibu bila terjadi persalinan cesarean
      R/  Mengurangi tingkat kecemasan ibu

Askep Ruptur Uteri


A.     Pengertian.
Ruptur uteri adalah pelepasan insisi yang lama disepanjang uterus dengan robeknya selaput ketuban sehingga kavum uteri berhubung langsung dengan kavum peritoneum ( Cunningham, 1995, P: 470 ). Ruptur uteri atau robekan uteri merupakan peristiwa yang sangat berbahaya, yang umumnya terjadi pada persalinan, kadang-kadang juga pada kehamilan tua.

B.     Macam - Macam Ruptur Uteri.

1.      Menurut cara terjadinya ruptur uteri terbagi atas.
§  Ruptur uteri spontan.
Ø  terjadi spontan dan sebagian besar pada persalinan.
Ø  terjadi gangguan mekaniame persalinan sehingga menimbulkan ketegangan segmen bawah rahim yang berlebihan.
§  Ruptur uteri traumatic.
Ø  terjadi pada persalinan.
Ø  timbulnya ruptur uteri karena tindakan seperti ekstraksi vakum, ekstraksi forsep.
§  Ruptur uterus pada bekas luka parut.
Ø  terjadinya spontan.
Ø  bekas seksio sesarea.
Ø  bekas operasi pada uterus.
2.      Menurut robeknya uterus dibagi atas.
§  Ruptur uteri kompleta.
Ø  jaringan peritoneum ikut robek.
Ø  janin terlempar ke dalam abdomen.
Ø  terjadi perdarahan kedalam ruang abdomen.
Ø  mudah terjadi infeksi.
§  Ruptur uteri inkompleta.
Ø  jaringan peritoneum tidak ikut robek.
Ø  janin tidak terlempar ke ruang abdomen.
Ø  tidak terjadi perdarahn dalam ruang abdomen.
Ø  perdarahan dapat menuju keliang senggama (vagina).
Ø  perdarahan dapat dalam bentuk hematoma.
3.      Menurut lokasinya, dibagi atas.
§  Korpus uteri
Biasanya terjadi pada rahim yang sudah pernah mengalami operasi, seperti seksio sesarea klasik atau miomektomi
§  Segmen bawah rahim.
Biasanya terjadi pada  partus yang sulit dan lama. SBR tambah lama, tambah regang dan tipis dan akhirnya terjadi ruptur uteri.
§  Serviks uteri.
Biasanya terjadi pada waktu melakukan ekstraksi forsep atau versi dan ekstraksi, sedang pembukaan belum lengakp.
§  Kolpoporeksis-kolporeksis.
Robekan-robekan diantar serviks dan vagina.
4.      Menurut gejala klinis, dibagi atas.
§  Ruptur uteri imminens (membakat = mengancam), penting untuk diketahui.
§  Ruptur uteri sebenarnya.

C.     Etiologi.
§     Ruptur uteri yang terjadi secara spontan, disebabkan oleh.
Ø  Panggul yang terlalu sempit.
Ø  Tumor pada jalan lahir.
Ø  Malposisi kepala.
Ø  Faktorpredisposisi (multiparita, tekanan keras pada fundus uteri, stimulus oksitosin).
Ø  Janin letak lintang.
Ø  Hidrosefalus.
§     Ruptur uteri traumatic, disebabkan oleh.
Ø  Kecelakan (jatuh, tabrakan).
Ø  Manual plasenta.
Ø  Embriotomi.
Ø  Trauma tumpul atau trauma tajam dari luar.
Ø  Stimulus oksitosin.
Ø  Dorongan pada fundus uterus yang terlalu keras (biasanya dilakukan oleh dukun dalam menyelesaikan persalinan).
Ø  Dystosia.
Ø  Usaha vaginal untuk melahirkan janin.
Ø  Penyakit rahim misalnya udenomiosis.
§     Ruptur uteri pada bekas luka parut.
Ruptur uteri ini terdapat paling serimg pada parut bekas seksio sesarea, peristiwa ini jarang timbul pada uterus yang telah dioperasi untuk mengangakat mioma (miomektomi). Penyebabnya sama dengan ruptur uteri yang terjadi secara spontan.

D.     Patofisiologi.

§     Ruptur uteri spontan.
Ruptur uteri ini terjadi secar spontan pada uterus yang utuh (tanpa parut). Faktor pokok disini adalah bahwa persalinan tidak dapat berjalan dengan baik karena ada halangan misalnya: panggul yang sempit, hidrosefalus, janin yang letak lintang, dll. Sehingga segmen bawah uterus makin lama makin diregangkan. Pad suatu saat regangan yang terus bertambah melampaui batas kekuatan jaringan miometrium, maka terjadilah ruptur uteri.
Faktor predisposisi yang menyebabkan terjadinya ruptur uteri adalah multiparitas, stimulus oksitosin, dll. Disini ditengah-tengah miometrium sudah terdapat banyak jaringan ikat yang menyebabkan kekuatan dinding uterus menjadi kurang, sehingga regangan lebih mudah menimbulkan robekan.
Pada persalinan yang kurang lancar, dukun-dukun biasanya melakukan tekanan keras kebawah terus-menerus pada fundus uterus, hal ini dapat menambah tekanan pada segmen bawah uterus yang sudah regang dan mengakibatkan terjadinya ruptur uteri. Pemberian oksitosin dalam dosis yang terlalu tinggi / indikasi yang tidak tepat bisa menyebabkab ruptur uteri.
§     Ruptur uteri traumatic.
Ruptur uteri yang disebabkan oleh trauma dapat terjadi karena jatuh, kecelakaan. Robrkan ini yang bisa terjadi pada setiap saat dalam kehamilan, jarang terjadi karena rupanya otot uterus cukup tahan terhadap trauma dari luar. Yang lebih sering terjadi adalah ruptur uteri yang dinamakan ruptur uteri violenta. Disini karena dystosia sudah ada regangan segmen bawah uterus dan usaha vaginal untuk melahirkan janin mengakibatkan timbulnya ruptur uteri.
Hal itu misalnya terjadi pada versi ekstraksi pada letak lintang yang dilakukan bertentangan dengan syarat. Kemungkinan besar yang lain adalah ketika melakukan embriotomi. Selain itu perlu dilakukan pemeriksaan kavum uteri dengan tangan untuk mengetahui terjadinya ruptur uteri..
§     Ruptur uteri pada luka bekas parut.
Diantar parut-parut bekas seksio sesarea, parut yang terjadi sesudah seksio sesarea klasik lebih sering menimbulkan ruptur uteri dari pada parut bekas seksio sesarea profunda. Hal ini disebabkan karena luka pada segmen bawah uterus yang menyerupai daerah uterus yang lebih tenang dalam masa nifas dapat sembuh dengan lebih baik, sehingga parut lebih kuat. Ruptur uteri pad bekas parut sesarea klasik juga lebih sering terjadi pad kehamilan tua sebelum persalinan dimulai, sedang peristiwa tersebut pada parut bekas seksio sesarea profunda umumnya terjadi waktu persalinan. Ruptur uteri pasca seksio sesarea bisa menimbulkan gejala-gejala seperti telah diuraikan lebih dahulu, akan tetapi bisa juga terjadi tanpa banyak menimbulkan gejala. Dalam hal yang terakhir ini tidak terjadi robekan secara mendadak, melainkan lambat laun jaringan disekitar bekas luka menipis untuk akhirnya terpisah sama sekali dan terjadilah ruptur uteri. Disini biasanya peritoneum tidak ikut serta sehingga terdapat ruptur uteri inkompleta. Pada peristiwa ini ada kemungkinan arteri besar terbuka dan timbul perdarahan yang sebagian berkumpul di ligametum dan sebagian keluar. Biasanya janin masih tinggal dalam uterus dan his kadang-kadang masih ada. Sementar itu penderita merasa nyeri spontan atau nyeri pada perabaan tempet bekas luka. Jika arteria besar terluka, gejal-gejal perdarahan, anemia dan syok, janin dalam uterus meningggal pula.

E.     Manifestasi Klinis.

§     Gejala ruptur uteri mengancam (RUM).
Ø  Pasien nampak gelisah, ketakutan disertai dengan perasaan nyeri di perut.
Ø  Pad setiap datangnya his pasien memegang perutnya dan mengerang kesakitan.
Ø  Pernapasan dan denyut nadi lebih cepat dari biasanya.
Ø  Ada tanda dehidrasi pada partus yang lama yaitu mulut kering, lidah kering dan haus, badan panas (demam).
Ø  His lebih lama, lebih kuat dan lebih sering bahkan terus-menerus.
Ø  Pada waktu datang his, korpus uteri teraba keras sedangkan SBR teraba tipis dan nyeri kalau ditekan.
Ø  Perasaan sering mau kencing karena kandung kemih juga tertarik dan teregang keatas, terjadi robekan-robekan kecil pada kandung kemih sehingga pada kateterisasi ada hematuria.
Ø  Pada auskultasi terdengar bunyi jantung janin tidak teratur (asfiksia).
Ø  Pada pemeriksaan dalam dapat kita jumpai tanda-tanda dari obstruksi seperti edema porsio, vagina, vulva.
§     Gejala ruptur uteri sebenarnya .
Ø  Inspeksi.
-          Pada his yang kuat sekali pasien merasa kesakitan yang luar biasa, merasa perutnya seperti akan dirobek.
-          Gelisah, pucat, keluar keringat dingin sampai kolaps.
-          Pernapasan jadi dangkal dan cepat dan kelihatan haus.
-          Muntah-muntah karena perangsangan peritoneum.
-          Syok, nadi kecil dan cepat, tekanan darah turun bahkan tak terukur.
-          Keluar perdarahan pervagina yang biasanya tak begitu banyak.
-          Kadang-kadang ada perasan nyeri yang menjalar ke tungkai bawah dan bahu.
-          Kontraksi uterus biasanya hilang.
Ø  Palpasi.
-          Teraba krepitasi pada kulit perut yang menansdakan adanya emfisema subkutan.
-          Bila kepala janin sudah keluar dari kavum uiteri, jadi berada di rongga perut, maka teraba bagian-bagian janin langsung ikulit perut.
-          Nyeri tekan pada perut, terutama pada bagian yang robek.
Ø  Auskultasi.
-          Biasanya denyut jantung janin sulit atau tidak terdengar lagi beberapa mnit setelah ruptur.
Ø  Pemerisaan dalam.
-          Kepala janin yang tadinya sudah jauh turun ke bawah, dengan mudah dapat terdorong ke atas dan disertai dengan perdarahan pervagina yang akan banyak.
-          Kalau rongga rahim sudah kosong dapat diraba robekan pada dinding rahim.
Ø  Kateterisasi.
-          Ada hematuria yang menandakan adanya robekan pada kandung kemih.

F.       Tes Diagnostik.
Ø  Laparoscopy : untuk menyikapi adanya endometriosis atau kelainan bentuk panggul / pelvis.
Ø  Pemeriksaan laboratorium.
-          hapusan darah : HB dan hematokrit untuk mengetahui batas darah HB dan nilai hematikrit untuk menjelaskan banyaknya kehilangan darah. HB < 7 g/dl atau hematokrit < 20% dinyatakan anemia berat.
-          SDM : untuk mengidentifikasikan tipe anemia.
-          Urinalisis : hematuria menunjukan adanya perlukaan kandung kemih.
Ø  Tes prenatal : untuk memastikan polihidramnion dan janin besar.



G.    Upaya pencegahan (profilaksis).
Untuk mencegah terjadinya ruptur uteri yaitu dengan prenatal care / antenatal care antara lain :
a.                                                                                                 Panggul sempit atau kelainan panggul.
-          Dianjurkan bersalin dirumah sakit.
-          Pemeriksaan yang teliti, misalnya apabila kepala belum turun lakuka pemeriksaan dalam (PD).
-          Jika panggul sempit yaitu conjungata vera (CV) < 8cm, lakukan seksio sesarea primer in- partu.
b.                                                                                                Malposisi kepala.
-          Reposisi.
-          Apabila tidak berhasil yaitu dengan melakuka seksio sesarea primer pada saat persalinan.
c.       Uterus cacat karena miomektomi, kuretase, manual uri dianjurkan untuk bersalin di rumah sakit dengan pengawasan teliti.

H.    Penanganan.

Tindakan pertama adalah mengatasi syok, memperbaiki keadaan umum penderita dengan pemberian infus cairan dan transfusi darah, kardiotonika, antibiotika,dll. Bila keadaan umum mulai membaik, tindakan selanjutnya adalah melakukan laparatomi dengan tindakan jenis operasi :
1.      Histerektomi, baik total maupun subtotal. Histerektomi total dilakukan khususnya bila garis robekan longitudinal. Tindakan histerektomi lebih menguntungkan dari penjahitan laserasi.
2.                                                                                                      Histerorafia, yaitu tepi luka dieksidir lalu dijahit sebaik-baiknya.
3.                                                                                                      Konservatif, hanya dengan tamponade dan pemberian antibiotik yang cukup.
Tindakan mana yang akan dipilih, tergantung pada beberapa faktro antar lain:
-          Keadaan umum penderita (syok dan sangat anemis).
-          Jenis ruptur, inkompleta, atau kompleta.
-          Jenis luka robekan.
-          Tempat luka apakah pada serviks, korpus atau segmen bawah rahim.
-          Perdarahn dari luka sedikit atau banyak.
-          Umur dan jumlah anak yang hidup.
-          Kemampuan dan keterampilan penolong.


ASUHAN KEPERAWATAN



1.       Pengkajian.
a.       Anamnesis.
v  Gejala saat ini.
§  Nyeri abdomen dengan tiba-tiba, tajam seperti disayat pisau, kontraksi uterus yang intermiten, kuat dan berhenti dengan tiba-tiba dan pasien mengeluh nyeri yang menetap.
§  Perdarahan pervagina.
§  Syok dengan nadi kecil dan cepat.
§  Nyeri bahu.
§  Pada saat his yang kuat sekali, pasien merasa kesakitan.
§  Gelisah, takut, pucat, keluar keringat dingin, kolaps dan tak sadarkan diri.
§  Pernapasan dangkal dan cepat.
§  Kadang-kadang ada perasaan nyeri menjalar ke tungkai.
v  Riwayat penyakit dahulu.
§  Riwayat paritas tinggi.
§  Pembedahan uterus sebelumnya.
§  Seksio sesarea.
§  Miomektomi atau reseksi kornu.
b.      Data obyektif.
v  Pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan umum : TTV : suhu panas, nadi kecil dan cepat, TD menurun dan ireguler dan pernapasan dangkal dan cepat.
§  Inspeksi.
Kelihatan haus, muntah-muntah, perdarahan pervagina dan kontraksi uterus biasanya hilang.
§  Palpasi.
Teraba suatu krepitasi pada kulit perut menandakan adanya emfisema subkutan, jika kepala janin belum turun mudah dilepaskan dari pintu atas panggul / inlet, apabila janin sudah keluar dari kavum uteri berada di rongga perut maka akan teraba bagian-bagian janin langsung dibawah kulit perut dan disampingnya biasa teraba uterus sebagai suatu yang keras seperti bola dan nyeri tekan pada perut terutama pada tempat yang robek.


§  Auskultasi .
Biasanya denyut jantung janin (DJJ) sulit atau tidak terdengar lagi beberapa manit setelah ruptur.
§  Pemeriksaan abdomen.
Fundus uteri dapat berkontraksi dan bagian-bagian janin yang terpalpasi dekat dinding abdomen diatas fundus yang berkontraksi. Kontraksi uterus dapat berhenti dengan mendadak dan bunyi jantung janin tiba-tiba hilang.
§  Pemeriksaan pelvis.
Menjelang kelahiran bagian presentasi mengalami regresi dan tidak lagi terpalpasi melalui vagina bila janin telah mengalami ekstrusi kedalam rongga peritoneum, dan perdarahan pervagina mungkin hebat. Apabila terjadi robekan lengkap jari-jari pemeriksa dapat melalui tempat ruptur langsung kedalam rongga peritoneum, melalui permukaan serosa uterus yang halus dan licin.
§  Kateterisasi.
Hematuria yang hebat menandakan adanya robekan pada kandung kemih.

2.       Diagnosa Keperawatan.
1.       Nyeri akut b. d kontraksi yang dirancang secara kimia, masalah  psikologi.
2.       Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit : dehidrasi b. d hipovolemik.
3.       Resiko tinggi cedera terhadap maternal b. d perubahan tanus otot atau pola kontraksi, obstruksi mekanis pada penurunan janin, keletihan maternal.
4.       Resiko tinggi cedera terhadap janin b. d persalinan yang lama, mempresentasi janin hipoksia jaringan.

3.       Perencanaan.
Diagnosa I.
Goal     :     Nyeri berkurang selam dalam perawatan
Obyektif    :     Dalam waktu 1 jam paasien mengatakan nyeri berkurang dan terkontrol, pasien tampak rileks dan tidak menunjukkan wajah yang meringis kesakitan.
Intervensi dan rasional :
v  Kaji keluhan nyeri, lokasi dan observasi petunjuk nyeri non verbal misalnya posisi tubuh, ekspresi wajah dan enggan bergerak.
R/   Nyeri yang terjadi unik bagi setiap orang dapat menunjukan persepsi individual. Petunjuk non verbal yang dapat membnatu mengevaluasi nyeri dan keefektifan terapi.
v  Tinjau ulang / berikan instruksi dalam teknik pernapasan sederhana.
R/   Mendorong relaksasi dan memberikan klien cara mengatasi dan mengontrol tingkat ketidaknyamanan.
v  Berikan tindakan kenyamanan misalnya masase, gosok punggung, sandaran bantal, pemberian kompres sejuk).
R/   Meningkatkan relaksasi, menurunkan tegangan dan ansietas dan meningkatkan koping dan kontrol klien.
v  Kolaborasi untuk pemberian obat analgesik narkotik (morphin, neperidin) atau non narkotik seperti asetaminofen atau sedatif (hidroksin).
R/   Obat analgesik menekan sarag pusat untulk mengurangi rasa nyeri.
Diagnosa II.
Goal     :  Klien akan mempertahankan hidrasi yang adekuat.
Subyektif   :  Tanda-tanda vital stabil, nadi perifer teraba, pengisisan kapiler baik dan membran mukosa lembab.
Intervensi dan rasional :
v  Awasi masukan dan pengeluaran.
R/   Indicator keseimbangan cairan dan kebutuhan pengganti. Pada irigasi kandung kemih, awasi pentingnya perkiraan kehilangan dara dan secara akurat mengkaji urin.
v  Benamkan kateter, hindari manipulasi berlebihan.